[PRO DAN KONTRA PENYELANGGARAAN KAMPANYE PEMILU 2024 DI LINGKUNGAN KAMPUS]
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhayana dan Salam Sejahtera
“Salam Mahasiswa”
“Salam Pergerakan”
“Salam Family Forever ”
Baru-baru ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa peserta pemilu boleh melakukan kampanye di kampus. Menurutnya, undang-undang tidak melarang melakukan kampanye di kampus; yang dilarang adalah menggunakan fasilitas pendidikan untuk berkampanye, bukan aktivitas kampanyenya.
Tapi saat bersamaan, mengacu rujukan undang-undang yang sama, Bawaslu justru memandang sebaliknya, berkampanye tidak boleh dilakukan di kampus. Bahkan Bawaslu mengancam pidana. Mencermati perbedaan diametral tersebut, KPU dan Bawaslu selaku lembaga penyelenggara perlu mencari titik temu kesepahaman bersama agar ada kepastian hukum bagi peserta.
Apa yang disampaikan oleh Ketua KPU yang membolehkan peserta pemilu berkampanye di kampus sangat logis. Pasal 280 ayat (h) UU No.7 tahun 2017 tidak melarang berkampanye, tapi melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Namun terlepas dari hal tersebut, menurut saya gagasan kampanye di kampus menarik untuk ditakar dan dikaji bersama. Bagaimana letak dan posisi strategis kampus untuk dijadikan sebagai ruang berkampanye bagi peserta Pemilu 2024 mendatang? Apa dasar epistem yang kuat sehingga perguruan tinggi sangat patut untuk dijadikan oleh calon presiden/wakil presiden atau calon legislatif untuk berkampanye?
Adapun pendapat mahasiswa dari tim pro. Ia setuju diadakannya pemilu di dalam kampus, agar mahasiswa bisa menguji visi dan misi calon presiden/wakil presiden ataupun calon legislatif, yang otomatis ketika di adakan di kampus, pasti akan memakai fasilitas kampus, seperti yang tercantum pada peraturan pasal 280 UU no. 7 tahun 2017 melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Kalaupun kampanye tersebut di adakan di luar kampus, pasti juga akan bertentangan dengan peraturan pasal 280 UU no. 7 tahun 2017, yang otomatis juga akan memakai fasilitas pemerintah.
Tapi apa salahnya ketika pihak kampus menyetujui pelaksanaan kampanye di dalam kampus dengan tujuan untuk menguji visi dan misi calon pemimpin. Seperti yang saya katakan tadi bahwa, kampus sebagai laboratorium ilmiah untuk menguji kualitas visi-misi dan rencana program calon pemimpin. Tentu ini selaras dengan spirit tri dharma perguruan tinggi. Dasar epistem yang kuat sehingga perguruan tinggi sangat patut untuk dijadikan oleh calon presiden/wakil presiden atau calon legislatif untuk berkampanye?
Secara genealogis, sejarah politik Indonesia adalah sejarah anak muda terdidik. Bangsa ini tidak bisa dipisahkan dari peran besar intelektual muda perguruan tinggi. Sejak tahun 1908, para mahasiswa sudah terlibat dalam memprakarsai kemerdekaan Indonesia. Tahun 1922, M. Hatta dan para mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda mendirikan Indische Vereeniging untuk perjuangan kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan Indonesia hingga Reformasi 1998 pun, anak muda dan mahasiswa memainkan peran besar dalam
Perubahan-perubahan mendasar arah dan sistem politik sebuah negara acap bermula dari peran dan gerakan kaum muda mahasiswa (Badrun, 2016:84). Sejujurnya, pergeseran perubahan sistem ketatanegaraan dan sistem pemilu saat ini merupakan buah karya tidak langsung dari gerakan mahasiswa yang mampu menggeser kekuatan rezim tahun 1998.
Kalaupun ada yang bermain uang, kita kembali kepada diri kita sendiri, kita dapat menilai bahwa pemimpin yang seperti itu, tidak pantas untuk menjadi pemimpin.
Sedangkan yang berada pada posisi kontra menentang adanya “Penyelenggaraan kampanye pemilu 2024 di lingkungan kampus”. Ia berpendapat bahwa “Menurut Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan”.
Salah satu keistimewaan kampus sebagai suatu tempat pendidikan adalah sifatnya yang independen, netral, dan inovatif serta kritis terhadap segala bentuk aksi politik kekuasaan dan ketidakberesan sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan ikutnya insan kampus sebagai bagian dari kampanye, tidak mencerminkan data yang telah saya paparkan. belum lagi pada kenyataannya, dosen serta mahasiswa-mahasiswi yang ikut berkampanye tentu terlibat dan pasti akan terlibat akan money politics atau politik uang dalam Pemilu.
Mahasiswa bisa menjadi agen perubahan membawa bangsa kearah yang lebih baik, bukan wadah politik untuk dimanfaatkan kepentingan politik praktis. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab segenap sivitas akademis untuk memastikan bahwa kampus adalah ruang yang harus bebas dari kepentingan politik-kekuasaan agar tidak dikuasai sekelompok orang yang hanya mementingkan pihak tertentu.
Salah satu dosen universitas di Indonesia mengatakan kampanye di kampus dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa yang dikenal bersih dari politik. Kampus selama sejarahnya dikenal sebagai wadah intelektual, akademisi, ruang pengembangan diri dan tempat terciptanya banyak nama besar sebagai tokoh perubahan di setiap zaman. Sebagai tempat yang sarat dengan konsep keilmuan, apakah pantas jika nantinya terdapat pelaksanaan kampanye politik secara nyata dilaksanakan di kampus? belum lagi kampanye dilingkungan kampus dapat membuka peluang untuk terjadinya money politic. Hemat saya, kampanye bagus tidak menjamin kualitas calon presiden.
Bagaimana dengan teman mahasiswa yang lain? apakah setuju atau menolak diadakan penyelenggaraan kampanye pemilu 2024 di lingkungan kampus?
DEPARTEMEN PENGADERAN
HMAN-PNUP 2022-2023
#ArisanWacana
#HMANPNUP
#HMAN
#PNUP
#FAMILY FOREVER