Indonesia sebagai negara dengan beragam suku, budaya, dan agama, menghadapi tantangan dalam mengelola harmonisasi hak dan kewajiban beragama. Konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945, menjamin kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing individu. Pasal 28E ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan pasal 29 ayat (2) menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
Secara hukum Indonesia mengakui enam agama resmi yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Posisi resmi negara terhadap orang yang tidak beragama masih ambigu, dan kadang-kadang mereka dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif tertentu, seperti dalam pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) yang membutuhkan pengisian kolom agama. Pada saat saya menghadiri diskusi dua arah yang dilaksanakan oleh Departmen Kerohanian di sekretariat HMAN-PNUP, saya menangkap dengan baik perihal harmonisasi hak dan kewajiban umat beragama di Indonesia. Tentang bagaimana toleransi tercipta dari perspektif agama yang berbeda. Sehingga sebagai representasi dalam diskusi ini menghadirkan narasumber dari dua agama yang memiliki penganut yang besar di Indonesia, yakni Islam dan Kristen. Dan dari yang saya tangkap, kedua narasumber menjelaskan dengan baik sudut pandang dari dua agama mengenai penerapan toleransi. Mulai dari sejarah awal mula terjadinya harmonisasi toleransi antar umat beragama, bagaimana menyikapi perbedaan yang ada, sampai dengan hak dan kewajiban kita sebagai umat beragama dalam pelaksanaan atau penyempurnaan ibadah. Sehingga saya pribadi dapat mengerti dan merasakan pula indahnya toleransi antar umat beragama di Indonesia yang cukup beragam.
Narrative by Arina Izzata
Supported by DEPARTEMEN KEROHANIAN HMAN-PNUP PERIODE 2023/2024