Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, wabihi nasta’inu ‘alaa umuriddunya waddiin. Wassholatu wassalamu ‘aala asyrofil mursaliin, wa ‘alaa aalihi wa sohbihi ajma’iin. Amma ba’du.
Dalam kehidupan beragama, kita tidak terlepas dari yang namanya toleransi, apalagi kita hidup di Negara Indonesia yang mana di dalamnya banyak kepercayaan atau agama yang diyakini oleh masyarakat. Menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
Di kehidupan sosial, kita yang hidup di negara yang katanya menjunjung tinggi toleransi, sering menjumpai kasus toleransi antar umat beragama. Contohnya dalam pandangan agama Hindu, ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa, umat hindu tidak diperbolehkan untuk makan dan minum di depan orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Bukan cuma umat hindu, melainkan umat non muslim juga menerapkan hal yang serupa.
Dalam agama hindu, adapun ajaran atau tuntutan suci dalam toleransi yaitu, pertama Vasudhaiva Kutumbhakam. Artinya, kita semua bersaudara, ini berkaitan dengan tulisan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki makna meskipun berbeda beda tetapi tetap satu jiwa. Adapun dalam nyanyian suci agama Hindu yaitu (Bhagawadgita, bab 7, sloka 21).
Artinya:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang, aku perlakukan mereka sama dan ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap. Begitupun sebaliknya, ketika umat non muslim menjalankan ibadahnya, kita sebagai umat Islam dituntut untuk tidak menganggu dan menghargai apa yang mereka yakini.
QS. Al-Kafirun: 6 berbunyi:
lakum dīnukum wa liya dīn
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Inilah jalan terbaik dalam hal toleransi antar umat beragama dalam urusan peribadahan kepada Tuhan.
Narrative by Muhammad Achmad Yassin
Supported by DEPARTEMEN KEROHANIAN HMAN-PNUP 2023/2024